Selasa, 11 Maret 2008

Beberapa Permasalahan Perkembangan Kejiwaan Remaja
(Saturday, 30 December 2006) -
Bagi sebagian besar orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah melewati usia dewasa, remaja adalah
waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka.
Kenangan terhadap saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun saat itu
Sementara banyak orangtua yang memiliki anak berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit.
Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua dan remaja itu sendiri. Banyak orangtua yang tetap menganggap anak
remaja mereka masih perlu dilindungi dengan ketat sebab di mata orangtua para anak remaja mereka masih belum siap
menghadapi tantangan dunia orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa mereka pada
keinginan untuk mencari jatidiri yang mandiri dari pengaruh orangtua. Keduanya memiliki kesamaan yang jelas: remaja
adalah waktu yang kritis sebelum menghadapi hidup sebagai orang dewasa.
Sebetulnya, apa yang terjadi sehingga remaja merupakan memiliki dunia tersendiri. Mengapa para remaja seringkali
merasa tidak dimengerti dan tidak diterima oleh lingkungan sekitarnya?. Mengapa remaja seolah-olah memiliki masalah
unik dan tidak mudah dipahami?
Masa Remaja
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya
seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid
sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia
belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin
saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah
siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama
ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir
tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena
kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya
merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang
pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan
dalam diri mereka. Untuk dapat memhami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi
tersebut.
Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau
pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas
menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau
gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2).
Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan
progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell
Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon
tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda
bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll.
Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya
hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka
pada dunia remaja.
Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode
terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan
banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan
abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi
menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan
pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk
ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal
ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang
dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih
tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih
sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem
pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya
perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua
yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam
memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu
mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan
mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
http://www.duniaguru.com - Portal Duniaguru Powered by Mambo Generated: 12 March, 2008, 12:23
Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di
lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para
remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan
lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil
pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai
mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis,
remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini
diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain
di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup
dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika
ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat
adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di
sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan”
yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas
yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang
mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya
membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini
tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi
sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi
mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika
orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak
mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan
oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja
itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak
dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar
lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi
jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua
mungkin akan mulai menajam. (Baca juga artikel: Perkembangan Moral)
Dimensi Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat
cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja ratarata
memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar
biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang
drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan seharihari
di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala
atau masalah psikologis.
Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri
mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa
orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka
sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image).
Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir
dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang
akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan
jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang
dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang
lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan
remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja
mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan
kenyataan.
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak
memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak
sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan
untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih
percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan
sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri
dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja
sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan
berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para
“idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting
bagi remaja. (Baca juga artikel: Remaja & Tokoh Idola)
Salah satu topik yang paling sering dipertanyakan oleh individu pada masa remaja adalah masalah "Siapakah Saya?"
Pertanyaan itu sah dan normal adanya karena pada masa ini kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai
http://www.duniaguru.com - Portal Duniaguru Powered by Mambo Generated: 12 March, 2008, 12:23
berkembang dan mengalami banyak sekali perubahan. Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda”
dengan orangtuanya dan memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda. Inipun hal yang normal karena remaja
dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila remaja selalu berubah dan ingin selalu
mencoba – baik dalam peran sosial maupun dalam perbuatan. Contoh: anak seorang insinyur bisa saja ingin
menjadi seorang dokter karena tidak mau melanjutkan atau mengikuti jejak ayahnya. Ia akan mencari idola seorang
dokter yang sukses dan berusaha menyerupainya dalam tingkahlaku. Bila ia merasakan peran itu tidak sesuai, remaja
akan dengan cepat mengganti peran lain yang dirasakannya “akan lebih sesuai”. Begitu seterusnya
sampai ia menemukan peran yang ia rasakan “sangat pas” dengan dirinya. Proses “mencoba
peran” ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga sangat normal. Tujuannya sangat
sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan
orangtuanya tanpa pemikiran yang lebih jauh.
Banyak orangtua khawatir jika “percobaan peran” ini menjadi berbahaya. Kekhawatiran itu memang
memiliki dasar yang kuat. Dalam proses “percobaan peran” biasanya orangtua tidak dilibatkan,
kebanyakan karena remaja takut jika orangtua mereka tidak menyetujui, tidak menyenangi, atau malah menjadi sangat
kuatir. Sebaliknya, orangtua menjadi kehilangan pegangan karena mereka tiba-tiba tidak lagi memiliki kontrol terhadap
anak remaja mereka. Pada saat inilah, kehilangan komunikasi antara remaja dan orangtuanya mulai terlihat. Orangtua
dan remaja mulai berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda sehingga salah paham sangat mungkin terjadi.
Salah satu upaya lain para remaja untuk mengetahui diri mereka sendiri adalah melalui test-test psikologis, atau yang di
kenal sebagai tes minat dan bakat. Test ini menyangkut tes kepribadian, tes intelegensi, dan tes minat. Psikolog
umumnya dilatih untuk menggunakan alat tes itu. Alat tes yang saat ini umum diberikan oleh psikolog di Indonesia
adalah WISC, TAT, MMPI, Stanford-Binet, MBTI, dan lain-lain. Alat-alat tes juga beredar luas dan dapat ditemukan di
toko buku atau melalui internet; misalnya tes kepribadian.
Walau terlihat sederhana, dampak dari hasil test tersebut akan sangat luas. Alat test psikologi dapat diibaratkan sebuah
pisau lipat yang terlihat sekilas tidak berbahaya; namun di tangan orang yang “bukan ahlinya” atau yang
kurang bertanggung-jawab, alat ini akan menjadi sangat berbahaya. Alat test jika diinterpretasikan secara salah atau
tidak secara menyeluruh oleh orang yang tidak berpengalaman atau tidak memiliki dasar ilmu yang cukup untuk
mengartikan secara obyektif akan membuat kebingungan dan malah membawa efek negatif. Akibatnya, para remaja
akan merasa lebih bingung dan lebih tidak merasa yakin akan hasil tes tersebut. Oleh karena itu sangatlah dianjurkan
untuk mencari psikolog yang memang sudah terbiasa memberikan test psikologi dan memiliki Surat Rekomendasi Ijin
Praktek (SRIP), sehingga dapat menjamin obyektivitas test tersebut.
Satu hal yang perlu diingat adalah hasil test psikologi untuk remaja sebaiknya tidak ditelah mentah-mentah atau
dijadikan patokan yang baku mengingta bahwa masa remaja meruipakan masa yang snagat erat dengan perubahan.
Alat test ini tidak semestinya dijadikan buku primbon atau acuan kaku dalam penentuan langkah untuk masa depan,
misalnya dalam mencari sekolah atau mencari karir yang cocok. Seringkali, seiring dengan perkembangan remaja dan
perubahan lingkungan sekitarnya, konklusi yang diterima dari hasil test bisa berubah dan menjadi tidak relevan lagi. Hal
ini wajar mengingat bahwa minat seorang remaja sangat labil dan mudah berubah.
Sehubungan dengan explorasi diri melalui internet atau media massa yang lain, remaja hendaknya berhati-hati dalam
menginterpretasikan hasil-hasil yang di dapat dari test-test psikologi online melalui internet. Harap diingat bahwa banyak
diantara test tersebut masih sebatas ujicoba dan belum dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu
dibutuhkan kejujuran untuk mampu menerima diri apa adanya sehingga remaja tidak mengembangkan identitas "virtual"
yang berbeda dengan diri yang asli. (baca juga artikel: Explorasi Diri Melalui Internet)
Selain beberapa dimensi yang telah disebutkan diatas, masih ada dimensi-dimensi yang lain dalam kehidupan remaja
yang belum sempat dibahas dalam artikel ini. Salah satu dari dimensi tersebut diantaranya adalah dimensi sosial.
Tip untuk Orangtua
Dalam kebudayaan timur, masih banyak orangtua yang menganggap anak adalah milik orangtua, padahal seperti yang
dituliskan oleh Khalil Gibran: Anak Hanya Titipan Sang Pencipta. Ia bukan kepanjangan tangan orangtua. Ia berhak
memiliki kehidupannya sendiri, menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Tentu saja peran orangtua sangat besar
sebagai pembimbing. Dalam usia remaja, kemampuan penentuan diri inilah yang semestinya dilatih. Remaja seperti juga
semua manusia lainnya – belajar dari kesalahan. Bagi para orangtua ada baiknya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
- Mulailah menganggap anak remaja sebagai teman dan akuilah ia sebagai orang yang akan berangkat dewasa.
Seringkali orangtua tetap memperlakukan anak remaja mereka seperti anak kecil, meskipun mereka sudah berusaha
menunjukkan bahwa keberadaan mereka sebagai calon orang dewasa.
- Hargai perbedaan pendapat dan ajaklah berdiskusi secara terbuka. Nasihat yang berbentuk teguran atau yang
berkesan menggurui akan tidak seefektif forum diskusi terbuka. Tidak ada yang lebih dihargai oleh para remaja selain
sosok orangtua bijak yang bisa dijadikan teman.
- Tetaplah tegas pada nilai yang anda anut walaupun anak remaja anda mungkin memiliki pendapat dan nilai yang
berbeda. Biarkan nilai anda menjadi jangkar yang kokoh di mana anak remaja anda bisa berpegang kembali setelah
mereka lelah membedakan dan mempertanyakan alternatif nilai yang lain. Larangan yang kaku mungkin malah akan
menyebabkan sikap pemberontakan dalam diri anak anda.
- Jangan malu atau takut berbagi masa remaja anda sendiri. Biarkan mereka mendengar dan belajar apa yang
http://www.duniaguru.com - Portal Duniaguru Powered by Mambo Generated: 12 March, 2008, 12:23
mendasari perkembangan diri anda dari pengalaman anda. Pada dasarnya, tidak ada anak remaja yang ingin
kehilangan orangtuanya.
- Mengertilah bahwa masa remaja untuk anak anda adalah masa yang sulit. Perubahan mood sering terjadi dalam
durasi waktu yang pendek, jadi anda tidak perlu panik jika anak remaja anda yang biasanya riang tiba-tiba bisa murung
dan menangis lalu tak lama kemudian kembali riang tanpa sebab yang jelas.
- Jangan terkejut jika anak anda bereksperimen dengan banyak hal, misalnya mencat rambutnya menjadi biru atau
ungu, memakai pakaian serba sobek, atau tiba-tiba ber bungee-jumping ria. Selama hal-hal itu tidak membahayakan,
mereka layak mencoba masuk ke dalam dunia yang berbeda dengan dunia mereka saat ini. Berikanlah ruang pada
mereka untuk mencoba berbagai peran yang cocok bagi masa depan mereka. Ada remaja yang menurut tanpa
membantah keinginan orangtua mereka dalam menentukan peran mereka, misalnya jika kakek sudah dokter, ayah
dokter, kelak iapun “diharapkan dan disiapkan” untuk menjadi dokter pula. Namun ada juga anak remaja
yang memang tidak ingin masuk ke dalam dunia yang sama dengan orangtua mereka. Dalam hal ini janganlah
memaksakan anak mengikuti kehendak orangtua. Seperti Kahlil Gibran ….anak hanya titipan, ia milik masa depan
dan kita milik masa lalu.
- Kenali teman-teman anak remaja anda. Bertemanlah dengan mereka jika itu memungkinkan. Namun waspadalah jika
anak anda sangat tertutup dengan dunia remajanya. Mungkin ia tidak/ kurang mempercayai anda atau ada yang
disembunyikannya.
Sumber: www.e-psikologi.com,
http://www.duniaguru.com - Portal Duniaguru Powered by Mambo Generated: 12 March, 2008, 12:23

Tidak ada komentar: